NOLMETER.com - Kesangsian akan kepedulian Qatar terhadap perubahan iklim semakin menjadi ketika mereka menandatangani kontrak dengan beberapa perusahaan energi untuk memperjualbelikan gas alam yang terbukti tidak aman di kalangan saintis tersebut .
Kesepakatan jual beli tersebut termasuk dengan Sinopec, perusahaan minyak dan gas di China. Dengan perusahaan ini bahkan Qatar membuat perjanjian jual beli gas alam selama 27 tahun.
"Sejak perang di Ukraina, semua orang berbicara dengan Qatar sekarang untuk melihat apakah mereka bisa mendapatkan gas itu," kata Karim Elgendy, seorang anggota Chatham House.
Baca Juga: Qatar: Perubahan Iklim dan Kompensasi Eksploitasi SDA
Chatham House adalah lembaga yang meneliti isu-isu internasional dan bermarkas di London.
Perjanjian Paris pada tahun 2015 rupanya membawa pengaruh pada kebijakan Qatar.
Negara tersebut dikatakan mendiversifikasi komoditas perdagangannya dengan beralih dari minyak bumi dan batu bara ke gas alam dan dunia hiburan seperti sepak bola sejak beberapa tahun terakhir.
Pemerintah Qatar dan beberapa ahlinya mengatakan bahwa gas alam cair dapat digunakan sebagai transisi ke energi terbarukan. Gas alam dikatakannya kurang berpolusi ketimbang minyak bumi.
Baca Juga: Perubahan Iklim: Sebuah Cerita dari Qatar
Hal yang berbeda justru terjadi di lapangan. Kebocoran-kebocoran yang terjadi pada infrastruktur gas alam jauh lebih berbahaya dari pada berton-ton karbondioksida.
Hal ini kemudian membuat Qatar berkomitmen mengurangi semua emisi metana dari operasional gas alam yang mereka jalankan di tahun 2030.***
Artikel Terkait
Piala Dunia FIFA 2022: Inggris Bukan Tandingan Senegal, Ternyata
Kerja Sama Indonesia-Jepang dalam Perubahan Iklim yang Positif
Pemulihan Ekonomi dan Perubahan Iklim: Jepang Harapkan Tenaga Kerja Ahli dari Indonesia
Perubahan Iklim Picu Pandemi Baru--Sri Mulyani