NOLMETER.com - Qatar juga membangun Doha, ibukotanya, dengan lebih banyak ruang hijau, serta menggunakan aliran angin alami dalam distrik kelas atasnya.
Tetapi tidak ada penjelasan tepat mengenai berkurangnya emisi karbon untuk memenuhi target tujuh tahunnya tersebut.
Kesangsian upaya serius Qatar untuk mengurangi emisi karbon tampak jelas jika menyimak bagaimana mereka membangun fasilitas internasional untuk Piala Dunia FIFA 2022.
Baca Juga: Perubahan Iklim: Sebuah Cerita dari Qatar
"Mereka tidak dapat melakukan diversifikasi tanpa mengeluarkan uang," kata Karim Elgendy, seorang sarjana non-residen di Middle East Institute dan juga anggota Chatham House.
"Dan uang itu akan datang dari minyak dan gas. Ini sedikit teka-teki," tambahnya.
Adapun pembangunan fasilitas olahraga untuk Piala Dunia menelan waktu hingga 12 tahun dan meninggalkan jejak karbon yang sangat besar dalam pembiayaannya.
Tetapi klaim yang terjadi justru sebaliknya, didukung pernyataan bahwa gedung-gedung tersebut menggunakan teknologi ramah lingkungan.
Langkah Qatar tersebut dibuat untuk memenuhi komitmennya untuk mengurangi emisi karbon hingga 25% pada 2030.
Baca Juga: Perubahan Iklim Picu Pandemi Baru--Sri Mulyani
Meskipun, dalam pembicaraan iklim di Paris 2015 mereka tidak membuat pernyataan komitmen tersebut.
Qatar juga melakukan diversifikasi komoditi dalam perdagangannya dari bahan bakar fosil ke gas alam selama beberapa tahun terakhir.
Salah satu upaya Qatar mengurangi emisi karbon adalah dengan menangkap dan menyimpan karbon pada fasilitas produksi gas. Teknologi ini belum dilakukan dalam skala besar. Qatar juga menggunakan pembangkit listrik tenaga surya untuk memenuhi 10% kebutuhan energinya. ***
Artikel Terkait
Piala Dunia FIFA 2022: Prancis Terlalu Tangguh Untuk Polandia 3-1
Piala Dunia FIFA 2022: Inggris Bukan Tandingan Senegal, Ternyata
Kerja Sama Indonesia-Jepang dalam Perubahan Iklim yang Positif
Pemulihan Ekonomi dan Perubahan Iklim: Jepang Harapkan Tenaga Kerja Ahli dari Indonesia