NOLMETER.COM - Dilansir dari Tirto.com, Hasan, bukan nama sebenarnya, mengeluhkan nasib karirnya sebagai guru honorer di sebuah sekolah. Pasalnya, di tempatnya mengajar itu, yakni sebuah SMK di Bima, NTB, mulai masuk guru-guru baru yang lulus PPPK. Tentu kedatangan mereka akan menyingkir guru lama yang masih berstatus sebagai honorer. Salah satunya Hasan yang mengampu mata pelajaran Sejarah.
Lebih lanjut Hasan bercerita, meski lulus passing grade pada 2021, Hasan nyatanya begitu sulit baginya untuk menjadi guru bertatus PPPK. Pasalnya dalam seleksi tahap dua, ia gagal lolos karena mendapat afirmasi umur sehingga mendapat peringkat dua.
Pada seleksi 2022 Hasan bahkan tidak lagi bisa berpartisipasi karena peraturan dan sistem perekrutan PPPK berbeda dengan tahun 2021 dulu. “Saya tidak bisa melanjutkan pendaftaran dengan alasan di akun pendaftaran tidak tersedia formasi di instansi dan harus turun prioritas menjadi P3 atau Honorer. Tapi itu juga tidak bisa dilanjutkan. Jadi saya harus bersabar melihat rekan-rekan guru yang lain mendaftar, termasuk guru-guru yang belum lolos passing grade,” kata dia.
Ia yang sudah mengajar selama sepuluh tahun itu mengatakan bahwa ada perbedaan status antara guru honorer dan PPPK atau guru PNS. Guru honorer hanya dibayar Rp. 300 ribu per bulannya. Jumlah yang tentu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. “Kalau istilah di NTB itu JJM (Jumlah Jam Mengajar), jadi pembayarannya per jumlah jam mengajar. Saya nggak ngerti perkaliannya, cuma sekitar segitu lah bayarannya per bulan kalau 8 jam,” kata Hasan. Sementara guru yang berstatus sebagai PPPK lebih punya pendapatan yang bagus. Mereka dibayar layaknya guru PNS.
Demi memenuhi kebutuhan hidupnya, Hasan mengambil pekerjaan kedua di sekolah lain. Di sekolah swasta yang berbasis yayasan, ia mengaku lebih layak mendapatkan upah. Teman-teman Hasan yang tak mengambil jam mengajar di sekolah lain lebih memilih menjadi petani atau tukang ojek online. “Kalau secara keseluruhan melihat guru teman-teman yang lain, itu mereka yang tidak ngajar di sekolah swasta, itu kebanyakan mencari penghasilan lewat bertani, bahkan sampai ngojek,” kata dia.
Mengenai sistem perekrutan PPPK, Hasan mengaku dirugikan. Sebab ia yang sudah lolos passing grade tidak bisa mengambil formasi di sekolah lain. “Kita yang sudah lolos passing grade ini tidak bisa mengambil formasi di sekolah yang lain. Jadi ada ketidakkonsisten dari pemerintah itu. Dulu kami dirugikan dengan adanya guru dari luar, sementara sekarang kami tidak bisa mengambil formasi di sekolah lain,” kata Hasan.nKedatangan guru-guru baru PPPK ini pun membuat jam mengajarnya berkurang.
Baca Juga: Logo Resmi Piala Dunia Qatar 2022 Merujuk Ketakterhinggaan
Hasan dan teman-teman senasibnya sebenarnya sudah mengambil beberapa langkah terkait masalah mereka ini. Salah satunya dengan menyampaikan masalah ini pada ke Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) untuk diteruskan ke pejabat terkait. P2G berupaya menyampaikan ke DPR agar mereka mendorong Kemendikbud menyikapinya.
Artikel Terkait
Miss Universe Swiss 2022 Hadiri Karnaval Batik di Tulungagung
Beredar Foto Rafathar Berpose Ganteng, Netizen: Vibenya Kayak Agensi SM Entertainment
Intip Serba Serbi Pertandingan Piala Dunia 2022 Portugal vs Ghana Hari Ini, Permainan Terakhir Cristiano Ronal
Belgia Ungguli Kanada di Laga Pembuka Piala Dunia Qatar 2022