Situasi pandemi yang tidak menentu kerap membuat seseorang rentan mengalami stress berat karena pekerjaan atau istilah psikologinya burnout. Jika tidak dicegah, burnout dapat mengganggu kualitas hidup hingga menurunkan produktivitas bekerja.
“Kalau kelelahan secara fisik saja dengan istirahat bisa selesai. Kalau kelelahan emosional, dengan istirahat saja belum tentu selesai. Maka harus ada intervensinya,” kata Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran Iceu Amira DA, S.Sos., S.Kep., Ners., M.Kes dalam sebuah webinar beberapa waktu lalu.
Iceu menjelaskan, burnout merupakan sindrom psikologis yang disebabkan adanya rasa kelelahan yang luar biasa, baik secara fisik, mental, maupun emosional. Dampaknya, seseorang dapat kehilangan minat dan motivasi.
“Jika mengalami dalam waktu yang lama, akan berdampak pada kehidupan sosial terutama pekerjaannya,” kata Iceu.
Baca Juga: Mau Liburan Saat Pandemi, UNICEF Memberikan Tipsnya
Untuk mencegahnya, Iceu menekankan pentingnya menjaga keseimbangan hidup. Butuh pengelolaan waktu yang baik kapan harus bekerja dan mengerjakan hal lainnya. Selain itu, kemampuan mengelola stres pun menjadi penting.
“Juga mengubah gaya hidup, atur olah raga, atur pola makan akan, mengelola stres kita. Dengan demikian kita bisa mengurangi terjadinya burnout. Karena jika terjadi secara berlebihan, mengembalikan ke awal itu sulit,” ujar Iceu.
Dosen Fkep Unpad Indra Maulana S.Kp., Ners., M.M., juga menuturkan, burnout biasanya terjadi akibat pekerjaan yang menumpuk dan terlalu berat. Kondisi ini dapat terjadi pada siapa saja, bukan hanya dari kalangan pekerja.
Ibu rumah tangga misalnya, rentan mengalami burnout di masa pandemi ini karena menghadapi banyak pekerjaan rumah, ditambah dengan tugas menemani anak sekolah daring.
Baca Juga: Rekomendasi Staycation Bernuansa Pegunungan di Sentul, Bogor